Wednesday, February 06, 2008

Sustainability in project financing: equatorial principle

Ide-ide mengenai pembangunan yang berkelanjutan sebenarnya tidak terbatas pada bidang fisik terkait dengan lingkungan hidup. Kita juga bisa mendorong hal tersebut melalui sektor-sektor yang tidak berhubungan sama sekali, misalnya sektor pembiayaan. Justru disini pintu masuknya karena pihak pemberi pinjaman bisa memilih apakah akan membiayai /tidak proyek-proyek yang mempunyai dampak terhadap lingkungan dan melanggar HAM.

Equatorial principles adalah prinsip-prinsip yang dianut oleh sektor keuangan dalam menyalurkan pembiayaan dengan mempertimbangkan bagaimana pinjaman tersebut digunakan oleh peminjam apakah telah sesuai dengan pengelolaan lingkungan yang baik dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, pembiayaan suatu proyek harus menjamin bahwa proyek tersebut tidak merusak lingkungan dan mempunyai dampak sosial yang positif bagi masyarakat disekitarnya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut diharapkan memberikan manfaat kepada sektor pembiayaan, peminjam/ pelaksana proyek dan stakeholder lokal yang berkepentingan. Prinsip-prinsip tersebut juga menegaskan komitmen sektor pembiayaan terhadap keberlanjutan (sustainability) dan mendorong pembangunan yang bertanggung jawab secara sosial dalam praktek bisnis keuangan.

Dalam prakteknya, lembaga pembiayaan (bank) dapat tidak menyetujui pinjaman kreditur jika kreditur tidak dapat memenuhi ketentuan perbankan mengenai kebijakan lingkungan dan pengelolaan sosial. Equatorial Principles pada dasarnya merupakan panduan umum sementara bank yang mengadopsi akan mengembangkan secara tersendiri kebijakan institusi dan pelaksanaannya dengan mengacu kepada prinsip-prinsip tersebut. Terdapat beberapa kategori proyek yang digolongkan berdasarkan potensi dampak sosial dan lingkungannya. Diatas kertas, bank seharusnya menolak proyek-proyek dengan kategori A.

  • Kategori A: proyek-proyek yang secara signifikan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang luar biasa dan tidak dapat dikembalikan ke kondisi semula.
  • Kategori B: proyek-proyek yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan secara terbatas, bersifat lokal (site specific), dan dampak tersebut dapat dikelola dengan melakukan serangkaian kegiatan mitigasi yang sesuai.
  • Kategori C: adalah proyek-proyek yang berdampak minimal atau tidak mempunyai dampak secara sosial maupun lingkungan.

10 prinsip dalam equatorial principle bisa dilihat disini

Secara singkat, institusi keuangan harus melakukan studi kelayakan sosial dan lingkungan disamping studi kelayakan finansial biasa. Setelah proyek-proyek dikelompokkan, pihak kreditur harus melakukan penilaian sosial dan lingkungan yang mencakup dampak sosial dan lingkungan yang relevan, potensi resiko akibat proyek tersebut, dan rencana penanggulangan dampak yang sesuai dengan skala proyek termasuk mekanisme monitoringnya. Diluar itu semua, proses penilaian dan pembentukan rencana aksi tidak dapat dipisahkan dengan konsultasi dan partisipasi stakeholder yang berkepentingan terutama yang berpotensi terkena dampak. Transparansi sangat diperlukan dalam tahapan ini.

beberapa lembaga keuangan yang telah mengadopsi equator principle ada disini

Equatorial Principles: belum menjamin!

Adanya prinsip-prinsip untuk melakukan bisnis keuangan yang bertanggung jawab secara lingkungan merupakan inisiatif untuk mendorong langkah-langkah ke arah praktek bisnis yang berkelanjutan. Tujuan yang ingin dicapai dan bayangan indah sustainability sejenak bisa tergambar oleh kita ketika membaca Equatorial Principles tersebut. Namun sebagai prinsip-prinsip yang mengikat secara moral dan tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat, prinsip-prinsip ini terlihat lemah. Tidak ada jaminan bahwa institusi keuangan yang mengadopsi Equatorial Principles akan menciptakan keberlanjutan di segala operasinya. Jaminan itu ada tetapi kita masih layak mempertanyakan sejauh mana pelaksanaan dari komitmen institusi tersebut (baca juga ini).

Contoh terbaru dengan bencana Lumpur Lapindo, FoE International mengungkapkan beberapa bank internasional besar merupakan penyandang dana dominan dari konsorsium Lapindo (Energi Mega Persada, Medco E&P Brantas dan Santos Australia) sebagai pelaksana eksplorasi minyak di Sidoarjo. Bank-bank internasional tersebut adalah Credit Suisse, Barclays, Fortis Group, Merrill Lynch & Co. and Natixis. Menariknya, institusi keuangan diatas adalah para peng-adopsi Equatorial Principles.

Dalam kasus ini kesalahan operasional berada di tangan kreditur yaitu konsorsium Lapindo, namun dalam kerangka Equatorial Principles, institusi keuangan yang menjadi sponsor terbukti gagal dalam melakukan proses kajian kelayakan proyek sejak awal hingga persetujuan kredit. Dampaknya sangat jelas, terjadi kerusakan lingkungan yang luar biasa yang tidak mungkin terjadi seandainya konsorsium Lapindo tidak dibiayai. Ditambah lagi menurut laporan FOEI, bulan Mei 2006 ketika bencana lumpur Lapindo baru saja terjadi, Credit Suisse kembali mengucurkan pinjaman US$ 126 juta kepada Energi Mega Persada tanpa mensyaratkan bahwa Lapindo akan membayar kerusakan lingkungan. Dengan berbagai tuntutan masyarakat yang berkembang setelah bencana lumpur tidak dapat diatasi, bank-bank tersebut terbukti gagal memastikan berjalannya sistem manajemen sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh peminjam dana seperti tercantum dalam prinsip ke-6.

3 comments:

Anonymous said...

Lembaga keuangan yang disebutkan dalam tulisan diatas tentunya memiliki reputasi internasional dan standard kerja dengan prosedur organisasi yang saya tahu untuk lembaga keuangan asing itu cukup ketat, tapi mengapa dalam hal pengucuran dana bagi Lapindo ini sepertinya prosedur tersebut dilanggar, mohon penjelasannya dong mengapa?unsur-unsur apa yang menyebabkan lembaga keuangan tersebut mau mengucurkan dana padahal hasil study kelayakannya mungkin diragukan dan sekarang betul-betul tampak dengan adanya kasus lapindo ini? thanx yaaa sebelumnya

Anonymous said...

pertama, perlu dipahami bahwa prinsip equatorial merupakan panduan sustainability yang sifatnya sukarela. pun dalam tataran praktis, institusi akan menyesuaikan SOP dsb berdasarkan karakteristik masing2 institusi. kemudian, sebagai bukti komitmen mereka terhadap sustainability, mereka diwajibkan melaporkan secara rutin status dan perkembangan prinsip2 tersebut dalam kegiatan mereka.
ini menjadi sumber lemahnya penegakan hukum jika dikemudian hari terjadi kerusakan lingkungan. tanggung jawab institusi keuangan hanya sebatas tanggung jawab moral. walau demikian, adanya prosedur yang lebih panjang terkait dengan penerapan sustainability, setidaknya menyaring proyek2 yang layak dibiayai dan aman secara sosial dan lingkungan

fajar said...

salam kenal